DPRD Medan Sahkan Perda Perlindungan Anak: Penuhi Hak-hak dan Tekan Angka Kekerasan Anak

MEDAN – Ranperda Kota Medan tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Kota Medan disetujui dan ditandatangani oleh Pimpinan DPRD Kota Medan bersama dengan Wali Kota Medan dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Medan tentang ‘Penyampaian Laporan Panitia Khusus, Pendapat Fraksi-Fraksi DPRD Kota Medan dan Penandatanganan/Pengambilan Keputusan DPRD Kota Medan Sekaligus Persetujuan Bersama DPRD Kota Medan dengan Kepala Daerah atas Ranperda Kota Medan tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Kota Medan’, di Gedung DPRD Kota Medan, Jl Kapten Maulana Lubis, Selasa (21/11/2023).
Hadirnya ranperda ini dalam rangka memenuhi hak-hak anak, termasuk perlindungan anak terhadap kekerasan, perundungan, eksploitasi dan perlakuan menyimpang.

Rapat Paripurna dibuka oleh Ketua DPRD Kota Medan Hasyim SE, yang didampingi Wakil Ketua H Ihwan Ritonga SE MM, H Rajudin Sagala SPdI dan HT Bahrumsyah SH MH, dan dihadiri anggota DPRD Kota Medan. Turut juga hadir Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution SE MM, Sekretaris Daerah Kota Medan Ir Wiriya Alrahman MM, Kepala OPD di lingkungan Pemerintah Kota Medan, serta Camat se-Kota Medan, Sekwan DPRD Medan M Ali Sipahutar dan Kabag Persidangan Andres Willy Simanjuntak.
Paripurna diawali dengan penyampaian Laporan Panitia Khusus oleh Ketua Pansus Sudari ST. Kemudian rapat dilanjutkan dengan pembacaan Pendapat Fraksi-Fraksi DPRD Kota Medan, dimana seluruh fraksi menerima dan menyetujui atas Ranpeda Kota Medan tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Kota Medan, dengan harapan Ranperda ini menjadi payung hukum atas hak-hak anak, termasuk upaya pencegahan, pengurangan risiko kekerasan fisik dan seksual, perundungan di sekolah, eksploitasi anak, perilaku menyimpang, dan penyalahgunaan terhadap obat-obatan terlarang.
Ketua Pansus Sudari saat membacakan laporannya pansus menyampaikan, masa depan suatu bangsa ditentukan dengan kualitas anak bangsanya. Bangsa akan menjadi besar jika dapat memberikan perlindungan layak pada generasinya sejak dini.
Dikatakannya, berbagai permasalahan perlindungan anak, masih banyak terjadi di Kota Medan. Diantaranya, mengenai kekerasan terhadap anak.

“Angka kekerasan anak di Kota Medan sampai November 2021 mencapai 79 kasus dengan jumlah korban 84 anak, dimana 40 orang diantaranya adalah perempuan riskannya 51 orang dari pelaku kekerasan adalah orang tua,” katanya.
Dikatakannya, UU Perlindungan Anak No 23 dalam pertimbangannya menyatakan bahwa, anak adalah amanah dari karunia Tuhan uang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
“Terkait Perda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak merupakan kajian mendalam dan konfrehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan rancangan Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan perlindungan anak, argumentasi, filosofi, sosiologi dan yuridis guna mendukung penyusunan Perda penyelenggaraan perlindungan anak,” ungkapnya.

Sementara itu, Fraksi Gerindra dalam pendapat fraksi yang disampaikan R Muhammad Khalil Prasetyo STIMKom menyampaikan, hak anak menjadi catatan penting diperjuangkan. Apalagi, kasus pelecehan dan juga kekerasan seksual dapat dihindari.
“Menurut catatan Fraksi Gerindra, sepanjang tahun 2019 kasus kekerasan terhadap anak secara global tercatat sebanyak 11.057 kasus. Kemudian pada tahun 2020 meningkat 221 kasus, menjadi 11.278. Bahkan, jumlah tersebut terus meningkat signifikan pada tahun 2021 yang mencapai angka 14.517 kasus. Kenaikan berikutnya terjadi pada tahun 2022 yang mencapai 16.106 kasus,” katanya.
Sehingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak. Berdasarkan catatan kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada tahun 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus.
Lanjutnya, di Kota medan tindak kekerasan terhadap anak meningkat setiap tahunnya. Bahkan, Satgas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA) menginformasikan bahwa hingga Agustus 2023, ada 80 kasus yang ditangani. Sedikitnya kasus yang dilaporkan, maka itu menjadi hal buruk. Artinya, masih ada ketakutan masyarakat atau korban untuk melapor.
Sekitar 80 kasus peningkatan itu bukan berarti buruk, tapi orang semakin paham bahwa ini bagian dari kekerasan yang harus dilaporkan.

Upaya awal dalam pencegahan kasus ialah melakukan sosialisasi dengan mengungkap kasus tersebut agar pelaku tahu akan adanya sanksi dari setiap kekerasan yang dilakukan.
Sama halnya Informasi dari direktur ditreskrimum Polda Sumut bahwa kasus penelantaran terhadap anak tahun 2022 terjadi tindak pidana sebanyak 164 kasus. Sedangkan 2023 mulai Januari ke Juni berjumlah 38 kasus.
Sedangkan untuk kasus pemerkosaan terhadap anak pada tahun 2022 sebanyak 42 kasus. Untuk di tahun 2023 dari januari hingga juni sebanyak 3 kasus. Tindak pidana pencabulan tahun 2022 berjumlah 986 kasus. Sedangkan januari hingga juni 2023 berjumlah 253 kasus. Penanganan tindak pidana terhadap anak, dibutuhkan penanganan secara khusus. Pembenahan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) penyidik juga terus ditingkatkan.

Upaya perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi tidak dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri, peran serta masyarakat sangat diperlukan terutama dalam upaya pencegahan dan respon cepat ketika terjadi kekerasan terhadap anak di wilayahnya.
Diakhir pendapatnya, Fraksi Gerindra mendesak Pemko Medan agar mampu mengatasi banyaknya kasus eksploitasi anak, kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak, anak-anak jalanan, kemudian isu pendidikan anak-anak di Kota Medan. Dengan lahirnya produk hukum ini kelak harus bisa memberikan perlindungan kepada anak-anak di Kota Medan dalam mewujudkan cita-citanya. Ranperda dinilai sangat penting dalam upaya kita melindungi masa depan anak-anak di Kota Medan yang hari ini sangat memprihatinkan khususnya terkait keberlangsungan pendidikan mereka.
Selanjutnya Fraksi Gerindra meminta agar Pemko Medan segera melakukan upaya pencegahan terhadap kekerasan pada anak agar angka kekerasan tersebut dapat menurun atau bahkan hilang. Banyaknya delik aduan kepada Komnas perlindungan anak terhadap kekerasan anak di Kota Medan membuat Kota Medan menjadi zona merah. Fraksi Gerindra berpendapat bahwa Medan yang katanya sebagai Kota ramah anak masih sekadar jargon tanpa ada upaya penanganan serius dari pemerintah kota medan. Untuk itu Fraksi Gerindra menghimbau agar Pemko Medan melalui dinas terkait agar bisa melakukan langkah-langkah strategis dalam meminimalisir zona merah.
Sementara itu, Fraksi PAN DPRD Kota Medan melalui juru bicaranya Edwin Sugesti Nasution menilai, pesatnya arus globalisasi dan dampak negatif dari perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, memunculkan fenomena baru kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Di mana kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan serius yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, dan secara signifikan mengancam dan membahayakan jiwa perempuan dan anak. Merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang perempuan dan anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat.
Untuk itu, Fraksi PAN DPRD Kota Medan meminta Pemko Medan untuk membuat regulasi terkait dengan marak dan tumbuh berkembangnya warnet-warnet yang menyuguhkan game online hingga 24 jam.
Fraksi PAN kata Edwin minta kepada Pemko Medan untuk membangun beberapa taman cerdas, taman ini menyediakan sarana bermain dan berkreasi yang dilengkapi perpustakaan, multimedia, komputer dan akses internet yang semuanya bisa digunakan secara gratis oleh anak-anak. Pengelolaan taman cerdas diserahkan kepada masing masing kelurahan agar lebih maksimal dan sesuai dengan kebutuhan warga setempat.
Tidak hanya itu sebut Edwin, juga minta Pemko melalui Dinas Kesehatan untuk menyediakan Puskesmas ramah anak. Puskesmas ini dilengkapi dengan ruang tunggu khusus anak lengkap dengan alat bermainnya.
Selain itu, juga layanan untuk anak seperti taman gizi, pojok asi, dokter spesialis anak, layanan konseling anak dan tempat pelayanan korban kekerasan terhadap anak. Sebab hal ini belum didapati di Puskesmas yang ada di Kota Medan.

Fraksi PAN DPRD Medan minta kepada Pemko Medan agar memberikan perlindungan hukum, persamaan derajat anak penyandang disabilitas dengan anak-anak yang normal, dan tidak ada lagi diskriminasi kepada anak penyandang disabilitas.
Hal tersebut merupakan tanggungjawab negara, pemerintah dan pemerintah daerah dalam memberikan fasilitas kepada anak-anak penyandang disabilitas, karena hal tersebut merupakan hak asasi anak-anak penyandang disabilitas.
Di akhir pendapat, Fraksi PAN DPRD Medan menerima Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kota Medan tentang penyelenggaraan perlindungan anak untuk disahkan menjadi peraturan daerah (Perda) Kota Medan.
Fraksi PKS DPRD Medan, melalui juru bicara Abdul Latief Lubis saat menyampaikan pendapat fraksinya, juga menerima Ranperda tersebut untuk disahkan. dan berharap bisa memberikan dampak dan perubahan terhadap kondisi anak-anak di Kota Medan. Diantaranya, terkait permasalahan kekerasan dan diskriminasi serta eksploitasi anak. Lahirnya produk hukum ini juga diharapkan bisa mengurangi angka stunting.
“Perlu kami sampaikan bahwa terbitnya Peraturan ini hendaknya mampu memberikan upaya perlindungan dalam mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan haknya tanpa ada perlakuan yang diskriminatif,” katanya.
Fraksi PKS berharap Ranperda tersebut dapat menjadi payung hukum terhadap penyelenggaraan pemenuhan hak anak yang mengacu pada kota layak anak dan mengatur kelembagaan Gugus tugas kota layak anak. Sehingga, anak dapat tumbuh berkembang secara optimal dan terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi.
“Dengan adanya aturan baru ini, diharapkan kasus kekerasan dan diskriminatif terhadap anak dapat berkurang bahkan kasus ini bisa hilang sehingga Kota Medan menjadi kota percontohan untuk Kota Layak Anak. Dengan berkurangnya kasus kekerasan dan diskriminatif terhadap anak, hal ini menguatkan dalam proses pembangun sumber daya manusia yang berkualitas,” sambungnya.
Fraksi PKS meminta dengan diberlakukannya Perda ini, jangan ada lagi eksploitasi tehadap anak di jalan-jalan Kota Medan dan ada tindakan tegas dari Pemko Medan.
“Melalui aturan baru ini, juga diharapkan angka stunting terhadap anak dapat berkurang di Kota Medan dan penanganan terhadap kasus stunting pada anak dapat lebih optimal. Begitu juga anak disabilitas di Kota Medan, agar mendapatkan hak yang sama dengan anak-anak yang lain,” ungkapnya.
Fraksi PKS juga mendorong penyelenggaraan produk hukum ini di masyarakat dilaksanakan berdasarkan asas Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi: non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 2.
Senada, Fraksi PDI Perjuangan, Golkar Demokrat, Nasdem dan Fraksi Gabungan dalam pendapat fraksinya juga menyetujui disahkannya Ranperda Perlindungan Anak di Kota Medan.
Sementara itu, Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution SE MM, dalam sambutannya menyampaikan, penyelenggaraan perlindungan anak secara umum dilaksanakan oleh Pemerintah, Masyarakat, keluarga, dan orang tua yang semuanya bertanggungjawab dalam menjamin pelaksanaannya tanpa terkecuali.

Hal ini, ungkapnya, diatur dalam Pasal 20 UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU No.35/2014 tentang Perubahan Atas UU No.23/2022 tentang Perlindungan Anak. “Dalam UU No.35/2014 ini menyatakan negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,” kata Bobby Nasution.
Selanjutnya, jelas Bobby Nasution, dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3) menyatakan negara, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggungjawab menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran dan kondisi fisik atau mental.
Guna menjamin pemenuhan hak anak, bilang Bobby Nasution, maka pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak.
“Untuk itu pada hari ini Pemerintah Kota Medan bersama dengan DPRD Kota Medan telah menyetujui Ranperda tentang Perlindungan Anak di Kota Medan yang selanjutnya akan disampaikan kepada Gubernur untuk mendapatkan nomor registrasi agar dapat ditetapkan dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Medan,” kata Bobby Nasution.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Medan, Hasyim SE, mengatakan bahwa dengan telah ditandatangani Ranperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Kota Medan ini dapat menjadi tameng atau payung hukum untuk melindungi anak-anak di Kota Medan dari segala bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik maupun seksual, melindungi anak dari perundungan, eksploitasi anak, dan perilaku menyimpang, karena anak merupakan titipan dan masa depan bangsa. (red)