MEDAN – Pimpinan DPRD Kota Medan akhirnya menyetujui dan menandatangani Rancangan Peraturan DPRD Kota Medan tentang Kode Etik DPRD Kota Medan, untuk meningkatkan kualitas dan kinerja legislatif.
Pengesahan rancangan peraturan ini dilaksanakan dalam Rapat Paripurna Penyampaian Laporan Panitia Khusus Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD Kota Medan tentang Kode Etik DPRD Kota Medan sekaligus Penandatanganan/Pengambilan Keputusan DPRD Kota Medan di Gedung DPRD Kota Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis, Senin (9/10/2023).
Rapat Paripurna DPRD Kota Medan ini dipimpin oleh Ketua DPRD Kota Medan Hasyim SE, didampingi Wakil Ketua H Ihwan Ritonga SE MM, dan dihadiri para anggota DPRD Kota Medan lainnya.
Rapat Paripurna diawali dengan pembacaan Laporan Panitia Khusus (Pansus) Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD Kota Medan tentang Kode Etik DPRD Kota Medan oleh Ketua Pansus, Abdul Latif Lubis MPd.
Abdul Latif Lubis menjelaskan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, setiap Anggota DPRD diikat oleh norma yang wajib dipatuhi selama menjalankan tugasnya demi menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitasnya.
“Kode etik DPRD esensinya ditujukan untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan kinerja DPRD dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan Pembangunan daerah,” kata Abdul Latif.
Dalam laporannya, membahas tentang ketentuan perjalanan dinas, etika berpakaian serta sikap dan perilaku para wakil rakyat itu.
Ia kemudian menjelaskan, dalam pengesahan laporan tersebut ada beberapa larangan bagi anggota DPRD Medan yang tak boleh dilanggar.
“Ada tiga larangan yang tak boleh dilanggar. Yakni anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat daerah, hakim dan badan peradilan, PNS, TNI, Kepolisian dan pegawai BUMD APBN atau APBD,” ungkapnya.
Selanjutnya, anggota DPRD Kota Medan dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan, akuntan, publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris dan pekerjaan lainnya. Dan anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selain larangan, Abdul Latif menyebut, dalam kode etik tersebut ada hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD Medan.
Adapun hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD Medan diantaranya membuat postingan di media sosial yang sifatnya memecah-belah, berita bohong (hoaks) sara, provokatif dan pornografi.
“Merencanakan, mengarahkan dan memprovokasi aksi unjuk rasa dan menyampaikan pendapat atau pandangan terhadap Pemerintahan Daerah tanpa terlebih dahulu berkoordinasi dengan pimpinan DPRD,” jelasnya.
Apabila melanggar, dikatakannya ada beberapa sanksi yang akan diberikannya. Adapun sanksi tersebut diantaranya, teguran lisan, tertulis, pemberhentian sebagai pimpinan alat kelengkapan DPRD dan anggota DPRD.
“Sanksi tersebut ditetapkan dengan keputusan Badan Kehormatan dan Umumkan dalam rapat paripurna,” jelasnya.
Untuk penjatuhan sanksi, Anggota DPRD yang melanggar Kode Etik juga dijelaskan dalam pengesahan rapat tersebut. “Ada penjatuhan sanksi pelanggaran ringan, pelanggaran sedang dan berat,” pungkasnya.
Kemudian, dalam laporannya, Abdul Latif juga menyebutkan tentang ketentuan perjalanan dinas, etika berpakaian serta sikap dan perilaku para wakil rakyat itu.
“Pansus telah melaksanakan rapat kerja dengan melakukan kajian dan pengayaan materi rancangan peraturan tentang kode etik. Ketentuan perjalan dinas, tidak boleh menggunakan alat kedinasan untuk keperluan pribadi,” katanya membacakan laporan pansus.
Ia menguraikan, pimpinan dan anggota DPRD melakukan perjalanan dinas di dalam negeri dengan biaya APBD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara perjalanan dinas ke luar negeri harus mendapatkan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
“Pimpinan dan anggota DPRD tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas perjalanan dinas untuk kepentingan di luar tugas dewan. Apabila hendak membawa anggota keluarga harus menggunakan biaya pribadi. Kemudian wajib melakukan permohonan perjalanan dinas diajukan, dengan melampirkan surat keterangan ikut serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” katanya.
Tak hanya itu, etika berpakaian juga dibahas dalam rapat paripurna tersebut. Para anggota DPRD Kota Medan harus menggunakan pakaian dinas yang telah ditetapkan sesuai dengan rapat yang akan dihadiri.
“Pakaian Sipil Harian (PSH) digunakan apabila rapat direncanakan tidak akan mengambil keputusan DPRD. Pakaian Sipil Resmi (PSR) digunakan dalam rapat pengambilan keputusan DPRD. Dan Pakaian Sipil Lengkap (PSL) dalam hal rapat direncanakan akan menyerahkan hasil keputusan DPRD kepada Wali Kota,” ujar Abdul.
Di akhir kegiatan, Abdul menyatakan, perubahan kode etik ini bisa diajukan setiap fraksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah rapat tersebut, Ketua DPRD Medan Hasyim menanyakan kepada seluruh anggota DPRD apakah sepakat dengan ketentuan kode etik yang berlaku.
Pada saat bersamaan, seluruh anggota DPRD Medan mengaku sepakat dan menyetujuinya. Sehingga Hasyim melakukan pengesahan dengan tanda diketoknya palu di ruang Rapat Paripuran dan penandatanganan laporan pengesahan tersebut. (PM)
Selanjutnya, rapat dilanjutkan dengan pembacaan konsep Surat Keputusan Pengesahan Rancangan Peraturan DPRD Kota Medan tentang Kode Etik DPRD Kota Medan oleh Kepala Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan Sekretariat DPRD Kota Medan Andres Willy Simanjuntak SH dan dilanjutkan dengan penandatanganan sekaligus pengambilan keputusan bersama oleh Pimpinan DPRD Kota Medan.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Medan Hasyim SE, mengatakan dengan disetujui dan ditandatanganinnya Rancangan Peraturan DPRD Kota Medan tentang Kode Etik DPRD Kota Medan ini merupakan suatu tuntutan yang dianggap penting agar DPRD Kota Medan memiliki aturan yang jelas.
“Dengan disahkan peraturan tentang kode etik ini diharapkan bisa memaksimalkan kinerja DPRD Kota Medan, baik terkait tentang kehadiran setiap rapat maupun kegiatan-kegiatan lain dalam hal menyerap aspirasi-aspirasi masyarakat,” tegas Hasyim. (adv/red)